Pages

Sabtu, 31 Desember 2011

New Earth (The Last Standing Man) 1


New Earth (The Last Standing Man)
Satu…
            20 Juni 2006.
Malam masih panjang. Sebenarnya tak terhitung. Beberapa orang terlihat masuk dengan tergesa-gesa ke dalam sebuah bangunan bertingkat. Besar. Banyak lampu di dalam gedung yang dinyalakan, serentak. Indah. Tetapi, bukan itu intinya. Tampak kerumunan orang di lantai tiga. Mereka berpakaian serba putih. Dokter. Suster. Mimik yang terkejut ketika tiba di depan sebuah pintu kamar. Bahkan, sebelum melihat pun, mereka terkejut. Cerita dari mulut ke mulut sudah cukup untuk menjadikan perubahan massal ekspresi mereka.      
            Seorang berpakaian seragam lengkap serba hitam berlari menuju arahnya keramaian. Tidak. Dia tidak sendiri. Beberapa orang dengan seragam yang sama berada di belakangnya. Wajah mereka bukan hanya terkejut. Panik. Orang-orang membuka jalan, membiarkan mereka mendekat ke tempat kejadian. Lelaki yang berada di depan terlihat membisikkan sesuatu pada seorang wanita yang tidak menggunakan pakaian serba putih. Wanita itu meringgis. Kemudian mengatakan sesuatu pada pria berkepala botak di sampingnya sebelum ia berlalu meninggalkan tempat kejadian.
            Lelaki-lelaki berseragam tadi mulai menertibkan kerumunan. Meminta dengan tegas untuk kembali ke tempat masing-masing. Sebagian merasa sangat kecewa karena baru saja tiba di sana, sebagian meresa kecewa karena belum sempat melihat kebenaran cerita dari mulut ke mulut itu. Lampu-lampu mulai di matikan, kali ini tidak bersamaan. Hanya sebagian. Sebagian lagi masih belum betah untuk masuk dalam kegelapan. Masih ingin membahas kegilaan apa yang baru saja terjadi dengan rekan-rekan mereka. Sesekali terdengar tawa riang. Menghapus keterkejutan yang sekilas datang tadi. Mendecit.
ooo
            Januari 2012.
            Lulusan-lulusan terbaik universitas selalu berkumpul di tempat-tempat hebat yang melegenda. Menjadi ikon baru untuk rekan-rekannya. Menjadi tools penggerak baru menuju perubahan seiring perubahan zaman. Beberapa di antara dapat bertahan sesuka hati mereka. Relasi. Namun, beberapa tidak dapat bertahan. Tersingkir. Entah karena musuh atau kebobrokkan sikap. Dan juga, bisa karena tujuan terselubung.
            “Apa maksudmu? Kenapa aku?”, protes Stef tidak terima pada James, atasannya. Lucu. Sebuah surat pemindahtugasan ia terima melalui email semalam, dari James, atasannya.
            James melepaskan jas miliknya. Kemudian di gantungkan di sebuah tiang di belakang kursi kebesarannya. Menghela napas. Berat. Ia tahu Stef akan datang dan memprotesnya habis-habisan. Sehingga, ia memutuskan datang satu jam lebih lama. Membiarkan Stef menunggunnya dengan kesal. Tetapi akibatnya adalah kemarahan Stef mungkin tak dapat diredam.
            Sambil tersenyum James akhirnya buka suara juga. “Aku sudah menulisnya semalam. Kau tidak paham?”. Aneh.
            “Aku tidak mengerti. Bukankah yang memulai adalah Reanna? Kenapa aku yang kau salahkan?!”
            James mencoba mengatur kembali kata-katanya. Stef bukan tipe wanita yang gampang untuk di ajak berdebat. Ia galak. Terlalu cerdas berargumen. Itulah alasan mengapa James memilih mengirim surat pemindahan lewat email. Seandainya James mengatakannya langsung, ia tidak siap melihat mimic wajah Stef yang mengerikan.
            “Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya melihat, jika Reanna yang kupindahkan, ke tempat apa lagi yang cocok untuknya”, ujar james tenang. Matanya mencoba menatap wajah Stef dengan tidak menunjukkan ketakutan. Gadis keras sudah terlihat di raut wajahnya. “Lagipula, di tempat barumu itu, ada banyak pekerjaan menarik yang menunggu diselesaikan.  Dan itu bidangmu!”, lanjut James sambil tersenyum lebar.
Pujian. Stef menyukai itu. Bentuk lain atas penghargaan terdapat kerja kerasnya. Selain, gaji yang tinggi tentunya. James mengambil sebuah berkas dari balik laci dan menyerahkannya kepada Stef. Stef masih belum bergeming. Ia masih diam dan menatap James dengan tatapan maut. James sadar, Stef sedang berpikir. Dan sebentar lagi ia akan berdamai dengan James.
Di atas amplop berkas tersebut tertulis nama institusi baru tempat Stef bekerja. Stef meringgis ketika membacanya. Kepalanya membayangkan bentuk tempat itu.  Jauh. Ia harus menyebrang sedikit ke daerah yang dulu pernah ia tinggali saat kecil. Boston.
ooo
           
            Cukup lama ia berdiri di depan gedung pencakar langit. Matanya menatap lekat-lekat satu di antara gedung pencakar langit ini. Sisa titik-titik air hujan yang diterpa sinar mentari membuat gedung ini tampak bersinar. Stef tersenyum bangga. Promosi yang hebat.
            Ia tidak pernah menyangka akan mendapat promosi di sebuah tempat yang bahkan memikirkan tempat ini nyata saja tidak pernah. Stef sangat ahli dalam bersosialisasi. Orang-orang menggunakan keahliannya untuk membujuk pasien-pasien yang tidak mau berobat. Senyum manis dan lelucon riangnya membuat ia seolah memiliki magnet yang menarik orang-orang untuk mendekat.
            “Dr. Stevany Anderson!” Stef berbalik ke arah datangnya suara. Seorang pria bertubuh tegap dengan senyum hangat berdiri di belakangnya. Ia memang sedang menunggu seseorang yang dapat mengantarkannya menuju ruang kerja. Gedung ini sangat luas untuk mencari sebuah ruangan yang mungkin sangat kecil. Tetapi, ia tidak menyangka akan mendapatkan sambutan selamat datang.
            “Ah! Yeah… Dan, Anda?”
            Lelaki tadi tersenyum semakin lebar. “Adam. Adam Jackson. Welcome to IDA, Dr!”
            “Panggil aku Stef, Tn. Adam. Aku tidak merasa pantas menyandang gelar dokter”, ujar Stef setengah berbisik. Kemudian disusul tawa riang dari Adam.
            “Aku tidak tahu alasannya. Tetapi jika itu keinginan Anda. Well” Adam berhenti di depan sebuah pintu bertuliskan nama Stef dengan lengkap. Tangan kanan Adam membentang, mempersilahkan Stef untuk masuk. “Ruangan Anda, Stef!”
           
            Hari itu Stef lebih sibuk untuk mempelajari berkas pemberian James daripada sibuk berkenalan dengan orang-orang di IDA. IDA~ sebagian orang yang pernah mendengar tentang ini tidak akan percaya bahwa tempat ini benar-benar ada. Bahkan, IDA memiliki gedung megah di tengah padatnya Boston. Dan IDA (Internasional Dorks Area) benar-benar ada. Sebuah organisasi kemanusiaan yang diragukan eksistensinya di dalam dunia kesehatan justru telah menorehkan sejarah sejak awal berdirinya di tahun 1989 silam. Membawahi puluhan rumas sakit jiwa, membantu memperbaiki mental manusia agar dapat kembali produktif.
            “Excuse Me?” Stef mendonggak melihat siapa yang berada di depan pintu ruangannya. Seorang wanita seksi dengan senyum hangat bediri disana. Ia lebih terlihat seperti seorang model daripada karyawan kantor. Baju hotpans yang jelas membentuk lekuk-lekuk tubuhnya. Sepatu kulit berbahan lembut dengan dasar yang kokok. Rambut pirang keriting menjuntai indah menghiasi parasnya yang cantik.
            “Dr. Stefany Anderson. Welcome!”, ujarnya ramah seraya berjalan ke arahku. Stef masih bertanya-tanya siapa model yang tersasar ke sebuah institusi yang mengurusi orang gila ini.
            “Miydi Rosselt, A cop!” Stef terkejut setengah mati mendengar ia adalah seorang, polisi?
            “Ahh~yaa! Aku baru saja hendak ke ruangan Anda”, jawab Stef seadanya akibat keterkejutan yang tidak menyangka ia adalah Miydi Rosselt. Pimpinan Stef. Ia membawahi Sosial and Ekonomi Departemen. Miydi menggerling kemudian tertawa riang. Tangan kanannya beranjak menyentuh bahu kiri Stef.
            “Aku akan mengantarmu bertemu dengan Bos, Dr”, katanya dengan nada suara yang sepertinya berubah. Terdengar sedikit tegang. Hanya saja ia masih tersenyum normal. Hangat dan bersahabat.
            Sepeninggalan Miydi. Stef sibuk membuka-buka file di dalam computer tentang Kara Iceland. Wanita yang disebut Bos di sini adalah pendiri IDA di tahun 1989. Begitu banyak artikel yang mengatakan kehebatan Kara di internet. Mulai kecerdasannya hingga usahanya mendirikan IDA. Juga kisah-kisah pilunya yang menyedihkan. Tetapi, tak jarang ada artikel yang mencela usaha IDA untuk membantu mengurangi manusia-manusia yang tiba-tiba terserang zchizophernia. Tetapi tak ada satupun foto Kara yang ditampilkan di artikel-artikel tersebut, entah dia tidak menyukai publikasi atau ternyata tak ada satupun dari penulis artikel itu yang pernah bertemu dengan Kara Iceland.
            Suara keributan terdengar sayup-sayup di luar ruangan Stef. Ruangan ini terlalu mewah untuk ukuran institusi yang baru berdiri dua belas tahun silam. Bahkan, untuk kinerja hebat Stef di WHO, ia hanya mendapat sebuah ruangan kecil di sisi kanan ruangan James. Padahal, di sana Stef adalah asistan pimpinan. Sementara di sini, posisi Stef sepantaran dengan beberapa karyawan lain seperti Adam Jackson.
            Suara kenop pintu perlahan diputar. Membuka kunci besi yang selalu mengait pada lubang di hadapannya. Sfef berkenyit menantikan siapa yang akan muncul di balik pintu.
            “Stef! Maaf, aku mengejutkanmu”, ujar Adam dengan senyum lebarnya. Padahal Stef tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Wajah Stef justru ilfeel  jika harus bertemu lagi dengan Adam.
            “Ada apa?”
            “Miydi mengatakan jika kau sudah cukup bersiap-siap, kita akan mengelilingi IDA”
            “Waww! Pasti mengasyikan, yaa? Tapi, Adam. Aku baru saja tiba hari ini dan aku butuh istirahat. Aku pikir besok adalah waktu yang baik untuk berkeliling.” Stef jelas tidak menunjukkan minat untuk mengeililingi IDA. Tubuhnya memang telah berada di Boston, tetapi seluruh hati dan pikirannya masih tertinggal di Swiss. Meskipun Stef adalah orang yang keras. Ia tidak akan memaksa seseorang yang jelas berpikir untuk membuangnya. Pertanyaannya adalah mengapa? Stef berhak tahu alasan james memberikan promosi yang aneh ini. Apalagi jika hanya karena pertengkaran Stef dengan Reanna. Bukankah sudah biasa jika Reanna membuat masalah.
            Aneh kan? Pertama, Stef dipindahkan hanya karena ia telah bertengkar dengan Reanna (untuk masalah yang amat tidak penting). Karena seluruh karyawan tahu bahwa Reannalah si biang kerok, maka kenapa harus Stef yang mendapat sanksi? Kedua, Stef jelas adalah seorang dokter, kenapa ia harus di posisikan di departemen Ekonomi dan Sosial?
            Layar monitor Stef tiba-tiba berkedip. Sebuah surat elektronik baru saja masuk di kotak masuk Stef. James McOwen.
    Kau sudah membaca berkas yang kuberikan? Aku mengirimkan lanjutannya di apartemenmu. Take care J

            Stef ingat akan berkas-berkas yang tadi ia pelajari. Sebuah misteri seperti meminta dibuka dari arah tumpukkan berkas tadi. Senyum sinis Stef menyungging. Sambil menutup tirai di belakang kursinya, Stef bersiap untuk pulang ke rumah barunya.

Bersambung.


NB : Jumlah kata = 1449 *huaaa... masih sangat jauh :D